MANAGEMENT CONFLICT, POWER & POLITICS
Ketika suatu konflik muncul di dalam sebuah organisasi, penyebabnya
selalu diidentifikasikan sebagai komunikasi yang kurang baik. Demikian
pula ketika suatu keputusan yang buruk dihasilkan, komunikasi yang tidak
efektif selalu menjadi kambing hitam.
Para manajer bergantung kepada keterampilan berkomunikasi mereka dalam
memperoleh informasi yang diperlukan dalam proses perumusan keputusan,
demikian pula untuk mensosialisasikan hasil keputusan tersebut kepada
pihak-pihak lain. Riset membuktikan bahwa manajer menghabiskan waktu
sebanyak 80 persen dari total waktu kerjanya untuk interaksi verbal
dengan orang lain.
Keterampilan memproses informasi yang dituntut dari seorang manajer
termasuk kemampuan untuk mengirim dan menerima informasi ketika
bertindak sebagai monitor, juru bicara (speakesperson), maupun penyusun
strategi. Sudah menjadi tuntutan alam dalam posisi dan kewajiban sebagai
manajer untuk selalu dihadapkan pada konflik. Salah satu titik penting
dari tugas seorang manajer dalam melaksanakan komunikasi yang efektif di
dalam organisasi bisnis yang ditanganinya adalah memastikan bahwa arti
yang dimaksud dalam instruksi yang diberikan akan sama dengan arti yang
diterima oleh penerima instruksi demikian pula sebaliknya (the intended
meaning of the same). Hal ini harus menjadi tujuan seorang manajer dalam
semua komunikasi yang dilakukannya.
Dalam hal me-manage bawahannya, manajer selalu dihadapkan pada penentuan
tuntuan pekerjaan dari setiap jabatan yang dipegang dan ditangani oleh
bawahannya (role expectaties) dan konflik dapat menimbulkan ketegangan
yang akan berefleksi buruk kepada sikap kerja dan perilaku individual.
Manajer yang baik akan berusaha untuk meminimalisasi konsekuensi negatif
ini dengan cara membuka dan mempertahankan komunikasi dua arah yang
efektif kepada setiap anggota bawahannya. Disinilah manajer dituntut
untuk memenuhi sisi lain dari ketrampilan interpersonalnya, yaitu
kemampuan untuk menangani dan menyelesaikan konflik.
I. Pengertin Konflik
Konflik menurut Robbins adalah suatu proses yang dimulai bila satu pihak
merasakan bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negatif atau akan
segera memengaruhi secara negatif pihak lain. Sedangkan Alabeness dalam
Nimran mengartikan konflik sebagai kondisi yang dipersepsikan ada di
antara pihak-pihak atau lebih merasakan adanya ketidaksesuaian antara
tujuan dan peluang untuk mencampuri usaha pencapaian tujuan pihak lain.
Dari kedua definisi ini dapat disimpulkan bahwa konflik itu adalah
proses yang dinamis dan keberadaannya lebih banyak menyangkut persepsi
dari orang atau pihak yang mengalami dan merasakannya. Jadi jika sesuatu
keadaan tidak dirasakan sebagai konflik maka pada dasarnya konflik itu
tidak ada.
II. Pandangan Tentang Konflik
Terdapat tiga pandangan tentang konflik, yaitu:
1. Pandangan tradisional, menyatakan bahwa konflik harus dihindari
karena akan menimbulkan kerugian, aliran ini juga memandang konflik
sebagai sesuatu yang sangat buruk, tidak menguntungkan dalam organisasi.
Oleh karena itu konflik harus dicegah dan dihindari sebisa mungkin
dengan mencari akar permasalahan.
2. Pandangan hubungan manusia. Pandangan behaviorial (yang
berhubungan dengan tingkah laku) ini menyatakan bahwa konflik merupakan
sesuatu yang wajar, alamiah dan tidak terelakan dalam setiap kelompok
manusia. Konflik tidak selalu buruk karena memiliki potensi kekuatan
yang positif di dalam menentukan kinerja kelompok, yang oleh karena itu
konflik harus dikelola dengan baik.
3. Pandangan interaksionis. Yang menyatakan bahwa konflik bukan
sekedar sesuatu kekuatan positif dalam suatu kelompok, melainkan juga
mutlak perlu untuk suatu kelompok agar dapat berkinerja positif. Oleh
karena itu konflik harus diciptakan. Pandangan ini didasari keyakinan
bahwa organisasi yang tenang, harmonis, damai ini justru akan membuat
organisasi itu menjadi statis, stagnan dan tidak inovativ. Dampaknya
dalam kinerja organisasi menjadi rendah.
III. Konflik dan Kinerja Organisasi
Menurut Gareth konflik sangat berguna bagi organisasi karena setelah
terjadinya konflik organisasi akan dibawa menuju pada pembelajaran dan
perubahan. Untuk setiap organisasi, tingkat optimal konflik yang terjadi
dapat dianggap sangat berguna: membantu menghasilkan kinerja yang
positif. Di satu pihak, ketika tingkat konflik terlalu rendah, kinerja
bisa menjadi buruk. Menciptakan inovasi dan perubahan adalah sulit, dan
organisasi dapat mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dengan perubahan
lingkungannya. Jika konflik tingkat rendah ini terus berlanjut,
kelangsungan kehidupan organisasi dapat terancam. Di lain pihak, jika
tingkat konflik terlalu tinggi, berakibat kekacauan yang dapat pula
mengancam kelangsungan hidup organisasi.
Tingkat konflik antar kelompok Kemungkinan dampak pada
organisasi Organisasi dicirikan oleh Tingkat kinerja organisasi
Situasi I Rendah atau tidak ada Tidak berfungsi (disfungsional)
Lambat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan, sedikit perubahan,
sedikit rangsangan/ide, apatis dan stagnan Rendah
Situasi II Optimal Berfungsi (fungsional) Pergerakan positif
menuju tujuan, inovatif, dorongan melakukan perubahan, beradaptasi
terhadap perubahan lingkungan Tinggi
Situasi III Tinggi Tidak berfungsi (disfungsional) Kekacauan, tidak ada kerjasama, tidak ada koordinasi Rendah
Dengan menggunakan pendekatan ini, kita dapat mendefinisikan konflik
dalam batasan pengaruhnya dalam organisasi. Dalam pemabahasan ini kita
menyinggung kedua konflik yaitu konflik fungsional dan konflik
disfungsional. Konflik Fungsional adalah sebuah konfrontasi di antara
kelompok yang menambah keuntungan kinerja organisasi. Konflik fungsional
ini dapat diibaratkan sebagai jenis “tekanan kreatif.” Konflik
Disfungsional adalah setiap konfrontasi atau interaksi diantara kelompok
yang merugikan organisasi atau menghalangi pencapaiaan tujuan
organisasi.
IV. Proses Konflik
Menurut Louis R. Pondy terdpat lima proses konflik, yaitu dimulai dari:
1. Tahap I, Laten Conflict (konflik laten) yaitu tahap munculnya
faktor-faktor yang menjadi penyebab konflik dalam organisasi. Pada tahap
ini, hal-hal yang berpotensial menyebabkan konflik ada, tetapi konflik
belum muncul. Bentuk-bentuk dasar dari situasi ini seperti:
? Saling ketergantungan kerja (interdependence) terjadi bila dua atau
lebih kelompok organisasi tergantung satu dengan yang lainnya untuk
menyelesaikan tugas-tugas mereka. Potensi konflik pada keadaan ini
sangat tinggi. Karena aktivitas subunit yang berbeda saling terkait,
kepentingan subunit untuk otonomi membawa konflik pada kelompok. Kadang
kepentingan subunit untuk otonomi menimbulkan konflik dengan kepentingan
organisasi untuk koordinasi. Saling ketergantungan dikelompokan dalam:
(1) saling ketergantungan yang dikelompokan, tidak memerlukan adanya
interaksi diantara kelompok sebab setiap kelompok, bertindak secara
terpisah. Potensi konflik pada bentuk saling ketergantungan yang
dikelompokan relatif rendah, dan manajemen dapat mengandalkan pada
peraturan dan prosedur standar yang dikembangkan dikantor pusat untuk
koordinasi. (2) Saling ketergantungan berurutan, memerlukan satu
kelompok sebelum kelompok lain menyelesaikan tugasnya. (3) saling
ketergantungan timbal balik, yaitu memerlukan hasil dari tiap kelompok
untuk dijadikan masukan bagi kelompok lain dalam organisasi.
? Perbedaan tujuan dan prioritas, perbedaan dalam orientasi subunit
mempengaruhi cara masing-masing fungsi atau divisi dalam memandang dunia
dan menyebabkan masing-masing subunit mengejar tujuan yang berbeda yang
sering tidak konsisten atau tidak kompatibel.
? Faktor birokrasi, cara dimana hubungan tugas berkembang dalam
organisasi juga dapat menjadi sumber potensial terjadinya konflik.
Konflik terjadi karena inkonsistensi status antara kelompok yang berbeda
dalam birokrasi organisasi. Konflik tipe birokrasi klasik terjadi
antara staff dengan fungsi lini . Fungsi lini melihat diri mereka
sebagai sumber organisasi yang penting dan orang-orang dalam fungsi
staff sebagai pemain kedua. Dengan tindakan yang berdasakan hal ini,
fungsi lini secara terus-menerus menggunakan statusnya sebagai penghasil
barang dan jasa untuk menyesuaikan kepentingannya diatas kepentingan
fungsi lain. Dan akhirnya adalah terjadinya konflik.
? Kriteria kinerja yang tidak kompatibel, cara organisasi berbeda
dalam memonitor, mengevaluasi dan memberi reward kepada subunit membawa
mereka ke dalam konflik. Contoh: jika system reward organisasi
memberikan manfaat kepada personel penjualan (mendapat bonus lebih
tinggi karena biaya yang lebih tinggi) tetapi menghukum bagian
manufaktur (tidak mendapatkan bonus yang tinggi karena meningkatnya
biaya), maka konflik akan muncul. Dengan mendesain kembali system reward
sehingga tidak menimbulkan konflik antara divisi-divisi sebaiknya
menjadi salah satu prioritas utama manajemen.
? Persaingan untuk sumber daya yang langka, ketika sumber daya
langka, pilihan mengenai alokasi sumber daya harus dibuat, dan subunit
harus bersaing untuk saham mereka. Dengan dana yang lebih mereka dapat
memperoleh sumber daya dan berinvestasi dengan cepat mereka dapat
berkembang.
2. Tahap II, Perceived Conflict (konflik yang dipersepsikan), pada
tahap ini salah satu pihak memandang pihak lain sebagai penghambat atau
mengacam pencapaian tujuannya. Subunit mulai mendefinisikan mengapa
konflik muncul dan menganalisis kejadian-kejadian yang telah membawa
pada konflik. Secara normal pada point ini, konflik meningkat karena
subunit atau stakeholder mulai memerangi penyebab masalah.
3. Tahap III, Felt Conflict (konflik yang dirasakan), pada tahap ini
konflik tidak sekedar dipandang ada, akan tetapi benar-benar sudah
dirasakan. Subunit dalam konflik secara cepat mengembangkan respon
emosional kepada yang lain. Karena konflik meningkat, kerjasama antara
subunit gagal dan begitu juga keefektifan organisasi. Jika tidak ada
yang dilakukan untuk mengatasinya, masalah kecil akan meningkat menjadi
konflik yang besar yang akan sulit untuk dimanage.
4. Tahap IV, Manifest Conflict (konflik yang dimanifestasikan), pada
tahap manifest conflict, satu subunit menekan subunit lain dengan
berusaha menghalangi tujuannya. Pada tahap ini perilaku tertentu sebagai
indikator konflik sudah mulai ditunjukan, seperti adanya sabotase,
agresi terbuka, konfrontasi, rendahnya kinerja,dll.
5. Tahap V, Conflict Aftermath, jika konflik benar-benar diselesaikan
maka hal itu akan meningkatkan hubungan para anggota organisasi. Hanya
jika penyelesaian tidak tepat maka akan dapat menimbulkan konflik baru.
Cepat atau lambat, konflik organisasi diatasi dalam beberapa cara,
seringnya dengan keputusan beberapa manager senior. Setiap episode
konflik meninggalkan suatu conflict aftermath yang mempengaruhi cara
kedua pihak untuk melihat dan bereaksi pada episode mendatang. Jika
konflik diatasi sebelum masuk ke tahap manifest conflict, maka aftermath
akan mempromosikan hubungan kerja yang baik dimasa mendatang. Jika
konflik tidak diatasi sampai akhir proses, atau tidak diatasi sama
sekali, aftermath akan memperburuk hubungan kerja di masa datang, dan
budaya organisasi akan teracuni oleh hubungan yang tidak kooperatif.
Proses konflik (conflict process) menurut Robbins dapat dipahami sebagai sebuah proses yang terdiri atas lima tahapan, yaitu :
1. Tahap I, Potensi pertentangan atau ketidakselarasan, yaitu tahap
munculnya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang bagi pecahnya
konflik. Kondisi-kondisi tersebut dapat dipadatkan dalam tiga katagori
umum yaitu :
a. Komunikasi
Komunikasi dapat menjadi sumber konflik diakibatkan kesulitan semantik, kesalahpahaman dan “kegaduhan”.
b. Struktur
Konflik dapat bersifat struktural, hal ini mencakup variabel-variabel
seperti ukuran, kadar spesialisasi dalam tugas yang diberikan kepada
anggota kelompok, kejelasan yurisdiksi, keserasian antar anggota dan
tujuan, gaya kepemimpinan, sistem imbalan dan kadar ketergantungan dalam
kelompok.
c. Variabel-variabel pribadi
Potensi konflik lainnya dapat meliputi kepribadian, emosi, dan nilai-nilai.
2. Tahap II, Kognitif dan personalia, yaitu tahap dimana isu-isu
konflik biasanya didefinisikan dan pada gilirannya akan menentukan jalan
panjang menuju akhir penyelesaian konflik. Sebagai contoh, emosi yang
negatif dapat menyebabkan peremehan persoalan, menurunnya tingkat
kepercayaan dan interpretasi negatif atas perilaku pihak lain.
Sebaliknya, perasaan positif dapat meningkatkan kemampuan untuk melihat
potensi hubungan diantara elemen-elemen suatu masalah, memandang secara
lebih luas suatu situasi dan mengembangkan berbagai solusi yang lebih
inovatif.
Konflik disyaratkan adanya persepsi dengan kata lain bahwa tidak berarti
konflik itu personalisasi. Selanjutnya konflik pada tingkatan perasaan
yaitu ketika orang mulai terlibat secara emosional.
3. Tahap III, Maksud, yaitu keputusan untuk bertindak dengan cara
tertentu. Menurut Robbins maksud (intention), mengintervensi antar
persepsi serta emosi orang dan perilaku luaran mereka. Banyak konflik
muncul karena salah-satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain.
Dengan menggunakan dua dimensi yaitu pertama, sifat kooperatif (kadar
sampai mana salah-satu pihak berusaha memuaskan kepentingan pihak lain).
Kedua, sifat tegas (kadar sampai mana salah-satu pihak berupaya
memperjuangkan kepentingannya sendiri).
Adapun lima maksud penanganan konflik berhasil diidentifikasikan, yaitu
sebagai berikut: bersaing (tegas dan tidak kooperatif), bekerja sama
(tegas dan kooporatif), menghindar (tidak tegas dan tidak kooperatif),
akomodatif (tidak tegas dan kooperatif), dan kompromis (tengah-tengah
antara tegas dan kooperatif).
4. Tahap IV, Perilaku, meliputi pernyataan aksi dan reaksi yang
dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Dengan demikian dalam konflik
dibutuhkan teknik-teknik manajemen konflik sehingga mendorong konflik
mencapai tingkat konflik yang diinginkan.
5. Tahap V, Akibat, jalinan aksi reaksi antara pihak yang berkonflik
menghasilkan konsekuensi. Akibat atau konsekuensi ini bisa bersifat
fungsional, dalam arti konflik tersebut menghasilkan kinerja kelompok,
atau juga bersifat disfungsional karena justru menghambat kinerja
kelompok.
V. MEMANAGE KONFLIK: STRATEGI RESOLUSI KONFLIK
Untuk memanage konflik dapat dilakukan dengan mengubah struktur
organisasi untuk mengurangi atau menghilangkan penyebab konflik atau
mencoba mengubah sikap individu atau mengganti individu itu sendiri.
Bertindak pada level struktur
Mengubah tingkat diferensiasi dan integrasi untuk mengubah hubungan
tugas merupakan salah satu cara untuk mengatasi konflik. Meningkatkan
level integrasi adalah salah satu cara utama dimana organisasi dapat
memanage masalah perbedaan dalam tujuan subunit. Mengatasi situasi
konflik yang berpotensial, organisasi dapat meningkatkan penggunaan
aturan tambahan mereka, tekanan tugas, dan mekanisme integrasi. Cara
lain untuk memanage konflik adalah meyakinkan bahwa desain hierarki
otoritas organisasi berada dalam lini dengan kebutuhannya. Dengan
mendatarkan hierarki akan memperjelas hubungan otoritas, dan otoritas
yang didesentralisasi dapat menghilangkan sumber utama konflik
organisasi.
Bertindak pada level Sikap dan Individu
Metode yang banyak dipakai tetapi sering tidak dikenal dalam mengatasi
konflik antar kelompok adalah proses perundingan. Jika dilakukan dengan
efektif, proses negosiasi dapat menyebabkan kelanjutan kerjasama untuk
mencapai tujuan bersama dan usaha kerjasama untuk mencapai nilai-nilai
tidak terdapat sebelumnya. Negosiasi adalah sebuah proses di mana dua
pihak atau lebih melakukakan pertukaran barang atau jasa untuk
menyepakati nilai tukarnya. Dalam negosiasi ada proses tawar-menawar
yakni tawar-menawar distributive dan tawar menawar integratif.
Distributive adalah negosiasi yang berusaha membagi sumber daya yang
jumlahnya tetap; situasi menang-kalah. Integratif adalah negosiasi yang
didasarkan pada asumsi bahwa ada satu penyelsaian atau lebih yang dapat
menciptakan solusi menang-menang atau saling menguntungkan.
Salah satu cara untuk mengurangi konflik antara subunit dan mencegah
polarisasi sikap yang dihasilkan selama tahap felt conflict dalam model
Pondy adalah membentuk sistem prosedur yang menginjinkan pihak-pihak
dalam konflik melepaskan penyesalannya dan mendengarkan titik pandang
kelompok lain. Komite atau tim, dapat menyediakan suatu forum dimana
subunit dapat bertemu langsung dan bernegosiasi antara satu dengan yang
lain. Komponen yang penting dalam tawar-menawar, dalam pembicaraan buruh
adalah struktur sikap. Organisasi sering melibatkan negosiator pihak
ketiga untuk meluruskan pembicaraan antara subunit atau stakeholder.
Negosiator pihak ketiga dapat berupa manajer senior yang dipekerjaan
karena keahliannya dalam mengatasi perpecahan organisasi.
Cara lain untuk memanage konflik melalui perubahan sikap adalah dengan
menukar dan memutar orang-orang antar subunit/rolling untuk mendorong
kelompok mempelajari cara pandang kelompok lain. Hal ini dapat dilakukan
secara permanen dengan mentransfer karyawan ke bagian lain dalam
organisasi, mempromosikan mereka, atau memecat mereka. Kita telah
melihat bahwa manajer puncak selalu diganti untuk mengatasi inersia dan
mengubah sikap organisasi.
VI. Proses Negosiasi
Menurut Robbins proses negosiasi terdiri atas lima tahap, yaitu :
a. Persiapan dan perencanaan
Dalam bagian ini harus memprediksi alternatif terbaik untuk kesepakatan
negosiasi (BATNA). Alternatif inilah yang tebaik bagi sebuah kesepakatan
negosiasi; nilai terendah yang dapat diterima bagi seorang individu
untuk sebuah kesepakatan negosiasi.
b. Penentuan aturan dasar
Anda mulai menentukan aturan-aturan dan prosedur dasar dengan pihak lain
untuk negosiasi itu sendiri. Misalnya: siapa yang melakukan
perundingan, dimana perundingan berlangsung, persoalan yang akan
dinegosiasikan, dll.
c. Klarifikasi dan justifikasi
Inilah titik dimana anda perlu memberikan segala dokumentasi kepada
pihak lain, yang kiranya dapat membantu mendukung posisi anda.
d. Tawar-menawar dan penyelasaian
Hal ini dilakukan dalam rangka mencari suatu kesepakatan sehingga perlu dibuat oleh kedua belah pihak.
e. Penutupan dan implementasi
Dalam hal ini kita mengformalkan kesepakatan yang telah dibuat serta
menyusun prosedur yang diperlukan untuk implementasi dan pengawasan
pelaksanaan berupa kontrak.
VII. Isu-Isu dalam Negosiasi
Ada empat isu kontemporer dan negosiasi, yaitu :
1. Peran suara hati dan sifat kepribadian dalam negosiasi
Suasana hati penting dalam negosiasi. Hasil penilaian terhadap hubungan
kepribadian - negosiasi menunjukkan bahwa memiliki keterkaitan. Contoh:
para perunding yang menyenangkan sering gagal total ketika harus
melakukan tawar-menawar distributive. Selain dari itu ego yang besar
juga dapat mempengaruhi negosiasi.
2. Perbedaan gender dalam negosiasi
Stereotip populer mengatakan bahwa kaum perempuan lebih koopratif dan menyenangkan dalam negosiasi daripada kaum laki-laki.
3. Perbedaan kultur dalam negosiasi
Gaya organisasi beragam antar satu kultur dengan kultur lain. Misalnya:
orang Prancis menyukai konflik sehingga mereka butuh waktu lama untuk
negosiasi. Orang Cina suka mengulur-ulur perundingan. Orang Amerika
dikenal karena ketidaksabaran mereka.
4. Negosiasi pihak ketiga
Ada empat peran pokok pihak ketiga, yaitu:
a. Mediator : pihak ketiga yang bersikap netral yang mengfasilitasi
negosiasi solusi dengan menggunakan penalaran dan persuasi, menyodorkan
alternatif dan semacamnya.
b. Arbitrator : pihak ketiga yang memiliki wewenang untuk menentukan kespakatan.
c. Konsiliator : pihak ketiga yang dipercaya untuk membangun relasi komunikasi informal antara perunding dan lawannya.
d. Konsultan : pihak ketiga yang terlatih dan tidak berpihak yang
berupaya mengfasilitasi pemecahan masalah melalui komunikasi analisis
dengan dibantu oleh pengetahuan mereka mengenai manajemen konflik.
KEKUASAAN dan POLITIK
A. KEKUASAAN
I. Arti kekuasan
Kekuasaan adalah bagian yang mengisi jalinan kehidupan organisasi.
Manajer pada organisasi baik publik ataupun swasta memperoleh dan
menggunakan kekuasaan untuk mencapai tujuan, dan banyak kasus untuk
memperkuat posisinya sendiri. Keberhasilan dan kegagalan seseorang dalam
menggunakan dan bereaksi pada kekuasaan sangat ditentukan oleh
pengertiannya tentang kekuasaan, mengetahui bagaimana dan kapan
menggunakannya, dan dapat mengantisipasi kemungkinan akibat-akibatnya.
Meskipun dalam bidang perilaku organisasi, kekuasaan memiliki definisi
yang sangat beragam dari semua yang ada dan jarang mempunyai sebuah
definisi yang disepakati bersama. Chester Benard, mendefinisikan
kekuasaan dalam konteks “otoritas informal,” dan banyak sosiologi
organisasi mendefinisikan otoritas sebagai “legitimasi kekuasaan.” Untuk
itu perbedaan antara konsep perlu dijelaskan untuk memahami kekuasaan
dengan baik.
Menurut Robbins kekuasaan mengacu pada kemampuan yang dimiliki A untuk
mempngaruhi perilaku B sehingga B bertindak sesuai dengan keinginan A.
Barangkali aspek terpenting dari kekuasaan adalah bahwa hal ini
merupakan fungsi ketergantungan. Semakin besar ketergantungan B pada A,
semakin besar pula kekuasaan A dalam hubungan tersebut. Sedangkan
menurut Garreth kekuasaan adalah legitimasi oleh hukum dan dasar budaya
darimana organisasi itu bersumber, hal itu adalah sumber kekuasaan dalam
suatu organisasi.
II. Membandingkan antara kepemimpinan dan kekuasaan
Kekuasaan tidak mengsyaratkan kesesuaian tujuan, hanya ketergantungan.
Sebaliknya kepemimpinan mengsyaratkan keserasian antara tujuan pemimpin
dan mereka yang dipimpin. Kepemimpinan berfokus pada pengaruh ke bawah
kepada para pengikut, meminimalkan pola-pola pengaruh ke samping dan ke
atas sedangkan kekuasaan tidak demikian. Kekuasaan cenderung mencakup
bidang yang lebih luas dan terfokus pada taktik-taktik untuk memperoleh
kepatuhan dari anak buah.
III. Landasan kekuasaan
Kekuasaan berasal dari kelompok umum - formal dan pribadi – dan
selanjutnya memecahkan masing-masing menjadi beberapa kategori yang
lebih spesifik.
Kekuasaan formal didasarkan pada posisi seorang individu dalam sebuah organisasi. Kekuasaan formal mencakup tiga hal, yaitu:
a. Kekuasaan penghargaan/imbalan yakni kepatuhan yang dicapai
berdasarkan kemampuan memberikan imbalan yang dipandang bernilai oleh
orang lain. Dalam konteks organisasi, manajer mempunyai penghargaan
potensial, seperti keunikan haji, promosi dan penghargaan yang tersedia
untuk mereka. Dalam pembelajaran operant, dalam hal ini bahwa manajer
mempunyai kekuasaan untuk melaksanakan dorongan yang positif. Dalam
konteks motivasi harapan, hal ini berarti orang mempunyai kekuasaan
untuk menyediakan valensi positif dan orang lain menilai kemampuan
tersebut.
b. Kekuasaan koersif yakni kekuasaan yang bergantung pada rasa takut.
Kekuasaan ini diakibatkan karena rasa takut terhadap akibat-akibat
negatif yang mungkin terjadi jika ia tidak patuh.
c. Kekuasaan legitimasi. Sumber kekuasaan yang diidentifikasi oleh
Frence dan Reven, berakar dari nilai yang terinternalisasi dari orang
lain yang memberikan hak legitimasi kepada agen untuk mempengaruhi
mereka. Kekuasaan legitimasi hampir serupa dengan otoritas dan
berhubungan dekat dengan kekuasaan penghargaan dan koersif karena orang
dengan legitimasi juga berada dalam posisi memberi penghargaan dan
menghukum. Perbedaaannya, legitimasi tidak tergantung dengan orang pada
hubungan dengan orang lain, tetapi lebih kepada posisi atau peran yang
dimiliki seeseorang. Kekuasaan legitimasi berasal dari tiga sumber
utama. Pertama, nilai budaya yang kuat dari masyaraakat, organisasi atau
kelompok menentukan apa itu legitimasi. Kedua, orang dapat memperoleh
legitimasi dari struktur sosial yang diterima. Ketiga, kekuasaan
legitimasi muncul dari tujuan sebagai agen, representatif, atau kelompok
yang berkuasa.
Selanjutnya John French dan Bertram Reven juga mendefinisikan dan
menganalisa jenis kekuasaan klasik, dan menambahkan 2 jenis kekuasaan,
yang merupakan kekuasaan pribadi, yakni :
a. Kekuasaan rujukan atau referen. Jenis kekuasaan ini berasal dari
syarat sebagian orang untuk dikenal agen yang memegang kekuasaan.
Misalnya, manajer dengan kekuasaan referen harus menarik (kharismatik).
b. Kekuasaan keahlian. Sumber kekuasaan keahlian didasarkan pada
seberapa orang mempunyai atribut pengetahuan dan keahlian untuk memegang
kekuasaan. Kekuasaan keahlian lebih tergantung pada hal ini yaitu semua
sumber kekuasaan tergantung pada persepsi individu.
IV. Hal-hal yang menyebabkan ketergantungan dalam kekuasaan
Ketergantungan akan meningkat bila sumber-sumber daya yang anda kendalikan itu penting, langka dan tak tergantikan.
a. Nilai penting, jika tak seorangpun menginginkan yang anda miliki
maka ketergantungan pada anda tidak akan tercipta. Untuk itu hal-hal
yang anda kontrol haruslah hal-hal yang dianggap penting.
b. Kelangkaan; jika sesuatu itu berjumlah banyak kepemilikan atasnya
tidak akan meningkatkan derajat kekuasaan anda. Satu sumber daya harus
bisa dilihat sebagai sesuatu yang langka guna menciptakan
ketergantungan.
c. Keadaan yang tak tergantikan; semakin sedikit pengganti yang
tersedia bagi suatu sumber daya, semakin besar kekuasaan yang diberikan
oleh kontrol atas sumber daya tersebut.
V. Pendekatan Kotigensi Pada kekuasaan
Seperti dalam area perilaku dan manajemen organisasi, muncul pendekatan
kontigensi pada kekuasaan. Misalnya, Pfreffren secara sederhana
menyatakan bahwa kekuasaan muncul dari tempat yang “tepat.” Dia
mendefinisikan tempat atau posisi yang tepat dalam organisasi di mana
manajer harus:
1. Mengontrol sumber daya seperti anggaran, fasilitias fisik, dan
posisi yang dapat digunakan untuk memperkuat hubungan dan dukungan.
2. Mengontrol akses informasi yang ekstensif – mengenai aktifitas
organisasi, preferensi atau penilaian pada orang lain, apa yang terjadi,
dan mengenai siapa yang melakukannya
3. Otoritas formal
Terdapat beberapa dukungan penelitian untuk observasi tersebut, dan juga
terdapat beberapa penemuan penelitian yang menghasilkan kesimpulan
kontigensi seperti berikut ini:
a. Semakin besar profesional dari anggota kelompok, semakin besar
kekuatan relatif yang dimiliki kekuasaan referen dalam mempengaruhi
anggota.
b. Semakin kecil usaha dan minat anggota berkedudukan tinggi untuk
mengaloksikan tugas, semakin mungkin anggota berkedudukan rendah untuk
memperoleh kekuasaan yang relevan dengan tugas ini.
VI. Sumber Kekuasaan Organisasi
Jika orang, kelompok dan divisi terlibat dalam aktivitas untuk
meningkatkan kekuasaan dalam suatu organisasi, dari mana mereka
mendapatkan kekuasaan? Apa yang memberikan seseorang kekuasaan untuk
mempengaruhi, membentuk, mengontrol perilaku yang lain? Untuk menjawab
ini, kita harus mengenali sumber kekuasaan organisasi.
Otoritas
Otoritas, kekuasaan yang dilegitimasi oleh dasar yang legal dan kultural
sebagaimana yang didasarkan oleh organisasi, adalah sumber kekuatan
organisasi. Kadang, bawahan yang aktif atau kompetitif secara tidak
langsung dapat mengambil otoritas atasan dengan mengasumsikan tugas dan
tanggung jawab atasan. Hasilnya adalah meskipun atasan mempunyai
otoritas yang dilegitimasi, bawahan mempunyai kekuasaan yang nyata. Jika
manager memberikan terlalu banyak informasi, bawahan akan mengetahui
apa yang dilakukan manajer, dan kekuasaan pada bawahan akan hilang.
Karyawan yang mendapatkan otoritas dan tanggung jawab yang lebih selalu
meminta hak yang lebih dari organisasi.
Pengawasan pada sumber daya
Manajer yang membuat keputusan dan melakukan tindakan yang menguntungkan
perusahaan dapat meningkatkan kekuasaan mereka. Karena kekuasaan
organisasi berkembang maka kontrol organisasi dan sumber daya organisasi
menjadi lebih besar, sehingga kekuasaan dalam organisasi datang dari
pengawasan sumber daya. Uang atau modal, adalah sumber daya organisasi
yang harus ada karena uang dapat membeli semua sumber daya yang lainnya.
Secara legal, mereka mengawasi alokasi uang dalam organisasi dan
mengontrol masa depannya. Kemampuan untuk menghasilkan sumber daya
finansial juga merupakan sumber kekuatan yang penting.
Pengawasan pada informasi
Pengawasan informasi merupakan sumber kekuatan beberapa orang atau
subunit dalam peran yang khusus. Fungsi-fungsi bisa mempunyai kekuasaan
karena mereka mengontrol informasi dan pengetahuan yang dapat digunakan
untuk mengatasi masalah organisasi. Semua subunit mempunyai beberapa
ahli informasi dan pengetahuan, tetapi fungsi atau divisi yang
mengontrol informasi mempunyai kekuasaan yang lebih besar.
Nonsubstatibilitas
Jika tidak ada orang lain yang dapat melakukan tugas yang dilakukan oleh
subunit, orang tersebut bersifat tidaktergantikan. Hasilnya
ketidaktergantikannya mereka, mendatangkan kekuasaan bagi mereka.
Keterpusatan/sentralitas
Manajer mempunyai kekuasaan karena dia dapat mengontrol arus informasi
dan memusatkan pada proses pengambilan keputusan. Strategi organisasi
merupakan penentu yang sangat penting dimana subunit terpusat dalam
suatu organisasi.
Pengawasan pada ketidakpastian
Subunit yang dapat mengawasi sumber ketidakpastian atau kontinjensi yang
dihadapi organisasi maka dia mempunyai kekuatan yang signifikan. Cth :
ganja. Menjadi satu-satunya bandar.
Kekuasaan yang tidak mendesak (tambahan): pengawasan Premis Pengambilan keputusan
Sumber kekuasaan lain adalah kekuasaan koalisi dominan yaitu koalisi
yang mempunyai kekuasaan yang sangat besar untuk mengontrol proses
pengambilan keputusan sehingga keputusan yang diambil dalam situasi
konflik menarik koalisi. Ketika subunit mempunyai kepentingan yang sama,
merka bergabung menjadi koalisi dan meningkatkan kekuasaan mereka untuk
tujuan umum mereka.
VII. Taktik kekuasaan
Adalah cara individu untuk menerjemahkan landasan kekuasaan ke dalam
tindakan-tindakan tertentu. Ada sembilan taktik, yaitu sebagai berikut:
1. Legitimasi, mengandalkan posisi kewenangan seseorang atau
menekankan bahwa sebuah permintaan selaras dengan kebijakan atau
ketentuan organisasi.
2. Persuasi rasional, menyajikan argumen-argumen yang logis, dan
berbagai bukti faktual untuk memperlihatkan bahwa sebuah permintaan itu
masuk akal.
3. Seruan inspirasional, mengembangkan komitmen, emosional dengan
cara mneyerukan nilai-nilai, kebutuhan, harapan dan aspirasi sebuah
sasaran.
4. Konsultasi, meningkatkan motivasi dan dukungan dari pihak yang
menjadi sasaran dengan cara melibatkannya dalam memutuskan bagaimana
rencana atau perubahan akan dijalankan.
5. Tukar pendapat, memberikan imbalan kepada target atau sasaran
berupa uang atau penghargaan lain sebagai ganti karena mau menaati suatu
permintaan.
6. Seruan pribadi, meminta kepatuhan berdasarkan persahabatan atau kesetiaan.
7. Menyenangkan orang lain, menggunakan rayuan, pujian atau perilaku bersahabat sebelum membuat permintaan.
8. Tekanan, menggunakan peringatan, tuntutan tegas dan ancaman.
9. Koalisi, meminta bantuan orang lain untuk membujuk sasaran atau
menggunakan dukungan orang lain sebagai alasan agar sisa saran setuju.
Koalisi merupakan suatu klompok informal yang diikat oleh satu isu perjuangan yang sama.
VIII. Perspektif Politik Kekuasaan dalam Organisasi
Pencetus teori organisasi klasik menggambarkan organisasi sebagai
struktur rasional yang otoritasnya diikuti oleh rantai perintah dimana
manajer melegitimasi kekuasaan. Beberapa area yang relevan – pada
tingkat tertentu – apakah sebuah organisasi lebih politis daripada
rasional. Area-area tesebut adalah:
1. Sumber daya. Ada hubungan langsung antara muatan politik, dan
sebebrapa kritis dan seberapa langka sumber daya. Politik juga akan
berkembang bila ada infus dari sumber daya baru yang “tidak diklaim.”
2. Keputusan. Keputusan yang ambigu, keputusan yang tanpa
persetujuan, dan keputusan strategis jangka panjang yang tidak jelas
menimbulkan keputusan politik, bukannya keputusan rutin.
3. Tujuan. Bila semakin ambigu dan kompleks, tujuan akan semakin bersifat politis.
4. Teknologi dan lingkungan eksternal. Pada umumnya, bila teknologi
internal organisasi semakin kompleks, politik semakin meningkat.
5. Perubahan. Reorganisasi atau perkembangan organisasi (OD) yang
terencana bahkan perubahan yang tidak terencana membawa kekuatan
eksternal yang akan mendukung manuver politik.
Sudah diimplikasikan sebelumnya bahwa beberapa organisasi dan beberapa
sub unit di dalamnya akan lebih politis. Sebagian besar organisasi pada
masa kini memenuhi persyaratan untuk menjadi organisasi dengan tingkat
politik yang tinggi, yakni dengan mereka yang memimiliki sumber daya
yang terbatas; terjadi peningkatan teknologi yang kompleks, dan
mengalami perubahan drastis. Situasi semacam ini membuat organisasi
menjadi semakin politis, dan permainan kekuasaan semakin meningkat.
B. POLITIK
I. Definisi Politik
Menurut Gareth, politik organisasi adalah aktivitas yang dilakukan dalam
organisasi untuk memperoleh, mengembangkan, dan menggunakan kekuasaan
dan sumber daya lain untuk memperoleh hasil yang diinginkan seseorang
dalam situasi dimana terdapat ketidakpastian atau ketidaksetujuan
mengenai pilihan. Untuk memanage proses perubahan dalam mengatasi
konflik individu, subunit dan koalisi selalu terlibat dalam politik
organisasi dan perilaku untuk mendorong kekuatan dan pengaruh yang
mereka miliki.
Menurut Robbins, perilaku politik didefinisikan sebagai aktifitas yang
tidak dianggap sebagai bagian dari peran formal seseorang di dalam
organisasi, tetapi yang mempengaruhi, atau berusaha mempengaruhi,
distribusi keuntungan dan kerugian dalam organisasi. Hal ini merupakan
upaya untuk mempengaruhi tujuan, kriteria atau prses-proses yang
digunakan dalam pengambilan keputusan.
Politik adalah sebuah kenyataan hidup dalam organisasi. Perilaku politik
yang sah dalam organisasi adalah politik dalam keseharian yang normal/
wajar, misalnya: menyampaikan keluhan pada atasan sesuai dengan rantai
komando, membangun koalisi, menentang kebijakan atau keputusan
organisasi lewat pemogokan atau dengan terlalu berpegang ketat pada
ketentuan yang ada, dan menjalin hubungan keluar organisasi melalui
kegiatan profesi. Sedangkan perilaku politik yang menyimpang dari aturan
main yang ditentukan merupakan perilaku politik yang tidak sah
(“orang-orang yang bermain api”), misalnya: sabotase, melaporkan
kesalahan, dan protes-protes simbolisasi, seperti mengenakan pakaian
nyeleneh atau bros tanda protes, dan beberapa karyawan yang secara
serentak berpura-pura sakit agar tidak perlu masuk kantor.
II. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perilaku politik
a. Faktor individu
Para peneliti mengidentifikasi sifat-sifat kepribadian tertentu,
kebutuhan dan beberapa faktor lain yang dapat dikaitkan dengan perilaku
politik seseorang.
• Kemampuan merefleksi diri yang baik
• Pusat kendali internal
• Kepribadian high mach (lincah)
• Investasi organisasi
• Alternative pekerjaan yang diyakini ada harapan dan kesuksesan
b. Faktor organisasi
Kegiatan politik kiranya lebih merupakan fungsi karakteristik organisasi ketimbang fungsi variabel perbedaan individu.
• Realokasi sumber daya
• Peluang promosi
• Tingkat kepercayaan rendah
• Ambiugisitas peran
• System evaluasi kinerja tidak jelas
• Praktik-praktik imbalan zero-sum
• Pengambilan keputusan yang demokratis
• Tekanan kinerja tinggi
• Para manejer senior yang egois
III. Tanggapan terhadap politik dalam organisasi
Dalam pembahasan sebelumnya pada bab ini mengenai faftor-faktor yang
berkontribusi pada perilaku politik, kita melihat hasil-hasil yang
menguntungkan bagi mereka yang berhasil dalam perilaku politiknya.
Tetapi bagi sebagian besar orang – yang keterampilan berpolitiknya
biasa-biasa saja atau tidak mau bermain politik – hasilnya cenderung
negatif. Orang kadangkala memandang politik sebagai peluang sehingga ia
berperilaku defensive, yakni perilaku reaktif dan protektif untuk
menghindari aksi, disalahkan atau perubahan.
Menghindari Aksi :
• Terlalu tunduk pada aturan : secara ketat menafsirkan tanggung
jawab anda dengan mengatakan seperti “Aturan dengan jelas menyatakan “
atau “beginilah kita selalu melakukannya”.
• Melempar tanggung jawab : mengalihkan tanggung jawab atas tugas atau keputusan kepada orang lain.
• Membisu. Menghindari tugas yang tidak diinginkan dngan pura-pura tidak tahu atau tidak mampu
• Mengulur-ulur waktu. Memperlama suatu tugas sehingga kelihatan
sibuk-misalnya mengrjakan tugas yang seharusnya bisa diselesaikan dua
minggu menjadi empat bulan.
• Menipu. Bersikap mendukung didepan umum padahal scara pribadi hanya berbuat sedikit atau tidak berbuat sama sekali.
Menghindari dipersalahkan:
• Memoles. Inilah istilah yang halus untuk menunjuk pada upaya
menutupi kelemahan anda. Di sini, yang dilakukan adalah scara cermat dan
seksama mendokumntasikan aktivitas yang memproyeksikan citra
kompentensi dan ketelitian.
• Bermain aman. Menghindari situasi-situasi yang bias menunjukan
kelemahan. Cara ini termasuk mengambil proyek-proyek dengan kemungkinan
berhasil tinggi saja, meminta keputusan-keputusan beresiko yang
disetujui oleh atasan, membatasi ungkapan penilaian, dan mengambil
posisi netral dalam konflik
• Membenarkan. Menyusun penjelasan-penjelasan yang mengurangi
tanggung jawab seseorang atas suatu hasil negatif dan/atau memaafkan
untuk menunjukan penyesalan
• Mencari kambing hitam. Menyalahkan hasil negative pada factor-faktor eksternal yang tidak selayakanya dipersalahkan
• Misrepresentasi (tidak menampilkan yang sebenarnya). Manipulasi
informasi dengan distorsi, menambah-nambah biar bagus, penipuan,
presentasi selektif, atau pembingunan.
Menghindari Perubahan :
• Pencegahan. Mencoba mencegah terjadinya perubahan yang dirasa mengancam.
• Perlindungan diri. Bertindak dengan berbagai cara untuk melindungi
kepentingan pribadi seseorang selama masa perubahan dengan menjaga
informasi atau sumber-sumber daya lainnya.
• Perilaku defesinve. Perilaku reaktif dan protektif untuk menghindari dipersalahkan atau perubahan.
• Pengaturan Kesan. Proses yang dengan individu-individu berupaya
mengendalikan kesan yang dibentuk orang lain terhadap diri mereka.
Selain itu dalam konteks politik kesan yang bagus mungkin bisa
mempengaruhi distribusi keuntungan untuk kepentingan mereka sendiri.
Proses yang digunakan para individu untuk mengendalikan kesan yang
dibentuk orang lain terhadap diri mereka disebut pengelolaan atau
manajemen kesan (impression management). Pengelolaan atau manajemen
kesan adalah proses yang dengannya individu-individu berupaya
mnegendalikan kesan yang dibentuk orang lain terhadap diri mereka.
Teknik-teknik pengelolaan konflik, yaitu sebagai berikut :
• Keselarasan, sepakat dengan pendapat seseorang untuk mendapat persetujuannya
• Alasan, penjelasan mengenai suatu kejadian yang menyebabkan situasi
dengan maksud untuk meminimalkan kerumitan situasi sulit tersebut
• Permintaan maaf, mengakui tanggung jawab atas kejadian yang tidak di harapkan sekaligu meminta maaf atas tindakan tersebut
• Promosi diri, menyoroti sifat-sifat terbaik, meremehkan kekurangan dan menonjolkan prestasi diri sendiri
• Pujian, menyenangkan orang dengan menyebutkan kebaikan mereka agar diri sendiri tampak persepktif dan disukai
• Sesuatu yang menyenangkan, melakukan sesuatu yang menyenangkan seseorang untuk mendapatkan persetujuan orang tersebut
• Asosiasi, menaikan atau melindungi citra seseorang dengan mengatur
informasi tentang orang dan hal-hal yang dengannya orang diasosiasikan.
IV. Taktik dalam bermain politik
Untuk mengerti komponen politik dalam kehidupan berorganisasi, kita
harus mencermati taktik dan strategi politik yang digunakan oleh tiap
tiap individu dan sub unit untuk meningkatkan peluang mereka memenangkan
permainan politik. Setiap individu dan sub unit dapat menggunakan
berbagai taktik politik untuk mendapatkan kekuatan dalam meraih tujuan
mereka.
1. Meningkatkan kemutlakan.
Seorang politisi menjalankan taktik agar individu atau sub unit dapat
meningkatkan kemutlakan untuk mengembangkan organisasi. Kemutlakan dapat
diraih dengan meningkatkan ketidaktergantikanan.
2. Meningkatkan ketidaktergantikanan.
Tingkah laku seorang manajer menentukan ketidaktergantikanan mereka.
Mereka perlu mengembangkan kemampuan berorganisasi, seperti seseorang
dengan kemampuan komputer yang dapat menyelesaikan suatu persoalan
manajer-manajer lainnya. Seorang politikus perlu meningkatkan kemampuan
khusus di bidangnya, misalnya perdagangan internasional, pengendalian
polusi, atau dalam bidang kesehatan dan keselamatan.
3. Meningkatkan keterpusatan
Manajer menggunakan kemampuan lebih diri mereka sebagai pusat dari
organisasi. Mereka menerima tanggung jawab yang membawa mereka untuk
berhubungan dengan beberapa fungsi atau beberapa manajer lainnya yang
mana akan meningkatkan personal reputasi mereka atau fungsi mereka.
4. Bergabung dengan manajer yang kuat
Langkah lainnya untuk mendapatkan kekuasaan adalah menempatkan diri
dalam manajerial sangat berkuasa untuk memuluskan jalan menuju puncak.
5. Membangun dan mengendalikan koalisi
Membentuk suatu kondisi dengan ketertarikan yang berbeda, stakeholder
individu-individu dan sub unit di sekitar isu utama merupakan taktik
politik seorang manajer menuju kekuasaan untuk menyelsaikan konflik
sesuai dengan keinginan dia.
6. Mempengaruhi pengambilan keputusan
Merupakan taktik politik yang sangat penting untuk meningkatkan dan
menggunakan kekuasaan dalam mempngaruhi pengambilan keputusan.
7. Mengendalikan agenda
Di sini manajer dan koalisi dalam pengontrolan komite sehingga mereka dapat mengontrol agenda atau bisnis dari komite tersebut.
8. Membawa ahli dari luar
Manajer puncak dalam memutuskan perubahan atau restruktur organisasi,
semua manajer dan koalisi tahu individu atau kelompok tersebut berperan
untuk ketertarikan atau barangkali untuk politik bertahan hidup. Untuk
itu mereka harus belajar taktik politik dari pengalaman sendiri mereka
(di manapun pengalaman itu mereka ambil) sebagai bagian dari kemampuan
politik untuk bertahan dalam suatu organisasi.
Ada bermacam-macam strategi politik untuk mendapatkan kekuasaan dalam
organisasi. Tabel 1.5 memberikan catatan strategis yang representatif.
Riset juga dilakukan dalam taktik politik. Yulk dan Falbe menemukan
taktik atau pengaruh politik yang bisa ditemukan dalam organisasi masa
kini. Taktik tersebut dapat di lihat dalam tabel 1.6. Yulk dan
rekan-rekan menemukan bahwa konsultasi dan taktik persuasi rasional
paling sering digunakan, dan menjadi lebih efektif lagi seiring dengan
kehadiran yang inspirasional. Beberapa pencetus organisasi modern lebih
mempercayai pendekatan analitis strategis dari pda yang ada pada tabel
1.5 dan 1.6, dan mereka lebih tergantung kepada konsep ketidakpastian
dalam strategi politik kekusaan mereka.
Tabel. 1.5 Strategi Politik untuk Mendapatkan Kekuasaan dalam Organisasi
Menerima nasehat
Mempertahankann kemampuan manuver
Mengembangkan keterbatasan komunikasi
Menunjukan kepercayaan diri
Mengontrol akses terhadap informasi dan manusia
Membuat aktivitas sentral yang tidak bisa digantikan
Membentuk hubungan sponsor-protege
Menstimulasi kompetisi antarkaryawan ambisius
Menetralkan pihak oposisi yang berpotensi
Membuat strategi pemindahan
Mengubah yang tidak berkomitmen menjadi berkomitmen
Membentuk koalisi yang menguntungkan
Mengembangkan keahlian
Membentuk orng yang ahli dibidangnya
Mengusahakan imbalan balik
Riset data untuk mendukung cara pandang seseorang
Melarang komuniksi dengan tujuan tidak baik
Menghindari perselisihan yang tidak berguna
Tabel 1.6. Taktik Politik melalui Riset
Taktik Keterangan
Taktik tekanan Menggunakan tuntutan, ancaman, atau itimidasi untuk
memastikan Anda tunduk pada permintaan atau mendukung proposal
Daya tarik tingkat atas Mempengaruhi Anda dengan mengatakn bahwa
proposal telah disetujui manajemen atas agar Anda dapat memenuhi
tuntutan
Taktik pertukaran Membuat janji implisit atau eskplisit yang
menyatakan bahwa Anda akan menerima penghhargaan atau keuntuungan nyata
jika anda mampu memenuhi tuntutan dan mendukung proposal, atau
menginginkan Anda kepada perjanjin awal untuk saling memberi bantuan
Taktik koalisi Mencari bantuan orang lain untuk meyakinkan Anda agar
Anda mau melakukannya, atau menggunakan pengaruh orang lain sebaggai
argumen supaya Anda menyetujuinya
Persesai rasional Memakai argumen logis dan bukti faktual untuk
meyakinkan Anda bahwa proposal dan permintaan tersebut berjalan dengan
baik dan berhasil mencapai tujuan tugas
Daya tarik inspirasional Membuat permintaan yang emosional atau
proposal yang menimbulkan antusiasme yang dapat menampilkan nilai-nilai
dan idelaisme Anda, atau meningkatkan kepercayaan diri Anda bahwa Anda
dapat melakukannya
Taktik konsultasi Menggunakan partisipasi Anda dalam membuat suatu
keputusan atau perencanaan bagaimana mengimplementasikan kebijaksanaan,
strategi, atau perrubahan
Salah satu dari strategi komprehensif dan relevan bagi manajer moder,
dicetus oleh DuBrin. Pengamat pada strategi DuBrin dan strategi lainnya
memberi padangan penting terhadap kekuasaan dan politik modern.
1. Mempertahankan aliansi dengan orang-orang berkuasa, seperti yang
ditekankan sebelumnya, formasi koalisi (aliansi) penting bagi akuisi
kekuasaan dalam organisasi.
2. Kawan atau lawan
3. Memisahkan dan memerintah, strategi politik dan militer yang sudah
sangt dikenal ini juga dapat diaplikasikan dalam akuisisi kekuasaan
organisasi modern. Contoh; seorang kepala keaungan berusaha bisa memicu
konflik antara bagian penjualan dan produksi dengan harapan agar
mendapat anggaran yang lebih dari anggaran terbatas presiden perusahaan
tersebut.
4. Manipulasi informasi yang dikelompokan, pentingnya mendapatkan dan
menyebarkan informasi. Anggota organisasi, dengan taktik politik yang
tajam dn cermat, mengtrol informasi demi mendapatkan kekuasaan.
5. Melakukan pertunjukan kilat, strategi ini berurusan dengan
memberikan penampilan terbaik dalam proeyek atau tugas pekerjaan secepat
mungkin agar mendapat perhatian.
6. Mengumpulkan dan menggunakan IOU, orang yang mencari kekuasaan
akan memberi banyak bantuan kepeda orang lain dengan harapan orang
tersebut akan behutang budi kepadanya dan akan membalas ketiak diminta.
7. Menghindari keterlibatan dengan tegas (Fabianisme), Strategi ini
lambat dan mudah-lebih mendekati pendekatan evolusioner daripada
revolusioner, misalnya si pencari kekuasaan dengan berlahan tapi pasti
menyusup dan memperoleh kepercayaan dan kerjasama dengan orang lain.
8. Menyerang dan menyalahkan orang lain, taktik politis ini membuat
orang lain “terlihat buruk” agar si pencari kekuasaan “terlihat lebih
baik.” Menyerang dan manyalahakan orang lain adalah upaya untuk
menghindari tanggung jawab.
9. Maju satu langkah dalam satu waktu, Strategi ini mengambil langkah
dalam satu waktu, bukan memasakan diri mengerjakan seluruh proyek besar
atau upaya reorganisasi.
10. Menunggu saat terjadinya krisis, Strategi ini merupakan kebalikan
dari “tidak ada kabar baik” sehingga kabar buruk mendapat perhatian.
11. Menerima nasehat dengan hati-hati, Strategi politis ini lebih
menitikberatkan pada mempertahakan kekuasaan daripada memperolehnya.
12. Waspada terhadap ketergantungan sumber daya alam, Subunit dan
individu yang paling berkuasa adalah mereka yang berkontribusi dengan
sumber daya yang bernilai. Mengontrol sumber daya depertemen atau orang
lain membutuhkan bergaining power. Semua taktik politis ini adalah
bagian dari suatu permainan dan pertempuran dalam organisasi.
Cr : http://vikamaniest.blogspot.com/2009/11/management-conflict-power-politics.html